TEMANGGUNG (voa-islam.com) – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, KH Yakub Mubarok menyayangkan sikap warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) yang tidak tepat, sehingga berakibat perusakan masjid LDII di Desa Tlogowero, Kecamatan Bansari, Ahad (6/12).

Yakub mengatakan warga LDII dan warga Desa Tlogowero bisa didamaikan jika LDII rela memindahkan tempat ibadahnya ke daerah lain yang bisa diterima warga sekitar.

“Seharusnya peristiwa itu tidak terjadi jika dilakukan musyawarah untuk mencari jalan keluarnya,” katanya di Temanggung, Senin.

Ia juga menyalahkan sikap LDII yang tidak tepat. Menurutnya, ulah warga LDII yang membangun masjid di daerah yang mayoritas penduduknya penganut ahlusunnah wal jamaah adalah kurang tepat.

“Permasalahan sebenarnya adalah karena warga setempat yang mayoritas ahlusunnah wal jamaah tidak bisa menerima keberadaan tempat ibadah LDII di daerahnya. Solusi terbaik adalah kerelaan penganut LDII untuk tidak mendirikan tempat ibadah di daerah itu,” katanya.

…Solusi terbaik adalah kerelaan penganut LDII untuk tidak mendirikan tempat ibadah di daerah itu…

Yakub juga menilai keberadaan tempat ibadah LDII tidak memenuhi syarat karena tempat ibadah didirikan jika jumlah penganutnya minimal 60 kepala keluarga (KK), sedangkan warga LDII di daerah itu hanya delapan KK.

“Hal itu tidak sesuai persyaratan. Jadi alangkah baiknya jika mereka pindah ke lahan yang lebih `hijau` dan tepat bagi mereka untuk menjalankan ibadah,” katanya.

Sementara itu Ketua Pimpinan Anak Cabang LDII Tlogowero, Tukarman mengatakan selama ini hubungan LDII dengan warga sekitar berjalan dengan baik tanpa masalah.

Menurutnya, rumah ibadah itu digunakan warga LDII dua hari dalam seminggu, yakni setiap Jumat malam dan Senin malam. “Sebelumnya kami juga tidak tahu akan terjadi perusakan tersebut,” katanya.

Secara terpisah, Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) LDII Suhartono Riyadi menjelaskan, pihaknya menyerahkan kasus tersebut ke polisi. Untuk itu, ia telah menemui Kapolres Temanggung, AKBP Anthony Agustinus Koylal. Kedatangan mereka untuk menanyakan perkembangan proses hukum atas kasus tesebut.

“Berdasarkan keterangan Kapolres Temanggung, dari 115 warga Tlogowero yang diperiksa polisi, sekitar 40 orang di antaranya mengaku sebagai pelaku pengrusakan dan pembakaran tempat ibadah LDII di Tlogowero,” katanya.

Sejak awal pendiriannya LDII memang kerap menimbulkan kerusuhan dengan umat Islam, karena beberapa doktrin eksklusifnya. Mulanya, LDII bernama “Islam Jamah” yang sering disingkat IJ adalah sebuah aliran sempalan yang secara resmi telah dilarang oleh pemerintah RI lewat SK Jaksa Agung No.Kep-08/D.A/10.197, tanggal 29 Oktober 1971.

Karena sudah dilarang di seluruh Indonesia, maka imam Islam Jamaah, Nur Hasan Ubaidah mencari taktik baru.

Yaitu mendekati dan meminta perlindungan kepada Let. Jen. Ali Murtopo yang saat itu mejadi wakil Kepala BAKIN dan staf OPSUS (Operasi Khusus Presiden Soeharto). Lalui sang imam menyatakan masuk GOLKAR yang saat itu menjadi organisasi milik rezim berkuasa.

Penyimpangan-penyimpangan LDII

Di bawah naungan pohon beringin, Islam Jamaah ganti kulit menjadi LEMKARI (Lembaga Karyawan Dakwah Islam).

Tapi karena isinya sama saja, akhirnya oleh Gubernur Jawa Timur dibekukan dengan SK no 618 tahun 1988 pada tanggal 24 Desember 1988.

Untuk itu proses ganti kulit dilakukan lagi dan kemudian pada Musyawarah Besar Lemkari IV di asrama Haji Pondok Gede Jakarta tahun 1990, LEMKARI diganti menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia).

Kenapa kelompok ini berkali-kali dilarang hingga harus `ganti kulit` berkali-kali?

Jawabannya ada pada doktrin yang ditanamkan yang banyak menyimpang dari ajaran Islam yang sesungguhnya.
Doktrin-doktrin sesat dengan mudah ditancapkan kepada para anggota karena rata-rata anggotanya adalah orang-orang berlatar belakang pendidikan agama yang dangkal dan sangat awam. Bisa dikatakan kelompok ini tidak punya ulama atau ahli syariat yang bisa mengawal jalannya anggota dan organisasinya agar tidak keluar dari rel ajaran Islam.

Contoh doktrin yang menyipang dan paling mudah untuk disebutkan adalah:

1. Takfir

Takfir adalah mengkafirkan orang yang tidak berbai`at kepada imam mereka. Ciri takfir ini selalu ada dan menjadi ciri khas kelompok yang menyimpang. Jadi secara psikologis, mereka ingin menanamkan rasa bangga dan ekslusifisme tertentu kepada anggotanya dengan memberi label muslim kepada kelompok mereka dan label non muslim kepada selain mereka (diluar kelompok).

* Dan secara otomatis, setiap anggotanya tidak dibenarkan kawin dengan non anggota, karena menurut mereka, orang yang bukan anggota bukan muslim.
* Begitu juga dalam masalah shalat kelompok, mereka tidak akan mau jadi makmum di belakang orang yang bukan anggota kelompok mereka.
* Bahkan ada juga yang sampai mencuci kursi tamunya lantaran punya tamu bukan anggota mereka. Tamu ini meski formalnya muslim, namun dalam pandangan mereka kafir sehingga tempat duduknya pun harus dicuci karena dianggap najis.
* Lebih kacau lagi, mereka yakin bahwa harta orang lain yang bukan anggota mereka boleh diambil karena milik orang kafir.

Padahal syariat Islam jelas-jelas melarang kita mudah mengkafirkan orang lain, kecuali memang secara tegas seseorang menyatakan diri murtad. Atau melalui proses pengadilan dengan memanggil orang yang bersangkutan dan telah diputuskan oleh mahkamah syar`iyah bahwa seseorang memang nyata keluar dari Islam.

Sedangkan orang yang lahir dari orang tua muslim, otomatis menjadi seorang muslim dan tidak perlu melakukan syahadat ulang di depan Amir, Imam atau apappun isitilahnya. Baca syahadat di depan tokoh terntu lebih mirip dengan baptis gaya kristen ketimbang ajaran aqidah Islam.

2. Menyembah Imam / Amir

Salah satu cara mereka dalam menanamkan doktrin sesat adalah memutlakkan taqlid kepada apapun yang dikatakan imam/ amir.
Ketaatan kepada amir itu berisfat mutlak dan tertinggi. Bahkan mereka tidak boleh menerima ayat Al-Quran dan Sunnah kecuali yang keluar dari mulut sang amir. Dan semua hukum Islam itu sumbernya hanya satu, MULUT SANG AMIR.

Jadi Amir-lah yang menentukan halal dan haram. Bahkan dia bisa memasang tarif untuk menebus dosa dari anggotanya. Karena dia punya hak untuk menghalalkan atau mengharamkan suatu hukum. Yang haram bisa jadi halal asal bayar sekian juta dan seterusnya. Ini juga sangat mirip dengan kelakuan ahli kitab kepada pendeta dan rahib mereka.

Allah SWT berfirman:

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At-Taubah:31).

Ubadah bin Shamit, seorang shahabat Rasulullah SAW yang dahulu menjadi Ahli kitab pernah mengkritisi ayat ini, dia berkomentar bahwa dahulu ahli kitab tidak menyembah pendeta dan rahib. Namun Rasulullah SAW menegaskan bahwa sikap mereka yang ta`at, tunduk,patuh dan menjadikan mulut pendeta itu sebagai satu-satunya sumber hukum, tidak peduli bahwa hal itu bertentangan dengan kitab suci dan ajaran yang asli dari para nabi, tidak peduli apakah halal atau haram, telah menjadikan mereka MENYEMBAH sang pendeta.

3. Infaq Wajib

Umumnya kelompok sesat berujung kepada pengumpulan duit atau UUD (Ujung-Ujungnya Duit). Namun karena dikemas dengan doktrin dan segala macam asesorinya, maka dengan setia dan taat mereka mengeluarkan uang buat sang amir.

Kalau perlu sampai jadi miskin sekalian. Dan tarif-tarif infaq wajib itu termasuk gila-gilaan. Ada yang menetapkan 20 % dari penghasilan. Belum lagi zakat, kafarat, denda dan lainnya.

Walhasil, sang amir mendadak kaya raya dan hidup mewah. Sebaliknya, para anggota semakin kurus karena diperas dan dipaksa cari uang. Kalau kepepet, maka haramya mencuri bisa dirubah jadi halal.
Begitu juga dengan merampok, korupsi, menipu dan sejenisnya.
Semuanya bisa jadi halal dengan syarat tidak ketahuan. Kalau sampai ketahuan, yang salah bukan tindakan pencuriannya, tapi kenapa kok sampai ketahuan.

Pokoknya apa saja tidak peduli halal atau haram, yang penting harus setor ke amir. Makin banyak setor, makin tinggi pangkat dan kedudukannya. Semua setoran yang sudah masuk tidak dibenarkan untuk diminta laporan dan catatan pembukuannya.

Ketika nur Hasan Ubaidah meninggal karena kecelakaan lalu lintas tahun 1982, dia meninggalkan harta yang sangat banyak sekali. Semua harta itu diwariskan kepada anaknya Abd. Dhohir yang dibai`at sebelum mayat
bapaknya dikuburkan. Hebatnya, semua harta itu secara hukum resmi telah syah menjadi milik keluarga Nur Hasan lengkap dengan sertifikat tanah dan lainnya.

Jadi lebih mirip sebuah genk mafia atau sekumpulan preman yang terorganisir. Ada sindikat dan ada `the god father`-nya.

4. Taqiyah

Ciri yang tidak pernah luput dari kelompok sesat adalah taqiyah yaitu menyembunyikan doktrin sesatnya kepada siapapun kecuali kepada mereka yang sudah resmi di bai`at hingga pada level tertentu. Sehingga setiap ada orang yang ingin melakukan konfirmasi ke pihak mereka atas berita kesesatan ajaran mereka, selalu akan dipungkiri dengan sekian banyak dalih.

Biasanya, apa yang mereka pajang di `etalase` adalah hal-hal
yang baik, bagus, normal dan biasa saja. Barulah setelah kita masuk dapurnya, kita baru bisa tahu seperti apa wujud asli kelompok itu.

Karena itu, banyak ca-ang (calon anggota) yang menafikan informasi kesesatan kelompok sempalan.Bahkan terkadang membela mati-matian kelompoknya.

Jadi informasi kesesatan doktrin kelompok sesat itu umumnya datang dari mereka yang memang sudah pernah menjadi orang inti atau level yang cukup tinggi dalam komunitas itu. Dan cross-chek antara satu orang dan orang lainnya yang sudah tobat memang menunjukkan indikasi yang sama.

Artinya pola dan sistematika doktirn itu bisa dipetakan dari hasil pengakuan mereka yang sudah `tobat` dari kelompok itu.

Tapi biasanya, pihak pimpinan akan memblack list mereka dan mengatakan bahwa merekaadalah pengkhiatan dan penyebar fitnah karena sakit hati dan seterusnya.

Jadi keterangan dari orang yang sudah tobat itu terkadang tidak mempan karena para angota baru sudah diimunisasi atas info-info kesesatan kelompok mereka.

5. Tidak berani dialog terbuka

Dan jujur saja bahwa semua kesesatannya itu hanya akan mampu memperdaya orang-orang awam dan kosong dari pemahaman Islam yang benar.

Kalau dihadapkan kepada para ulama dan masyaikh dari umat Islam, sudah bisa dipastikan mereka akan menghindari dialog dan adu argumentasi. Jadi memang mereka tidak punya itikad baik dalam menggerakkan kelompoknya. [Ali/dbs]